Entri Populer

Rabu, 02 September 2015

Sekilas PANWAS Kabupaten Pekalongan

Sejarah Pengawasan Pemilu

Dalam sejarah pelaksanaan pemilu di Indonesia, istilah pengawasan pemilu sebenarnya baru muncul pada era 1980-an. Pada pelaksanaan Pemilu yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada 1955 belum dikenal istilah pengawasan Pemilu. Pada era tersebut terbangun trust di seluruh peserta dan warga negara tentang penyelenggaraan Pemilu yang dimaksudkan untuk membentuk lembaga parlemen yang saat itu disebut sebagai Konstituante.
Walaupun pertentangan ideologi pada saat itu cukup kuat, tetapi dapat dikatakan sangat minim terjadi kecurangan dalam pelaksanaan tahapan, kalaupun ada gesekan terjadi di luar wilayah pelaksanaan Pemilu. Gesekan yang muncul merupakan konsekuensi logis pertarungan ideologi pada saat itu. Hingga saat ini masih muncul keyakinan bahwa Pemilu 1955 merupakan Pemilu di Indonesia yang paling ideal.
Kelembagaan Pengawas Pemilu baru muncul pada pelaksanaan Pemilu 1982, dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu). Pada saat itu sudah mulai muncul distrust terhadap pelaksanaan Pemilu yang mulai dikooptasi oleh kekuatan rezim penguasa. Pembentukan Panwaslak Pemilu pada Pemilu 1982 dilatari oleh protes-protes atas banyaknya pelanggaran dan manipulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh para petugas pemilu pada Pemilu 1971. Karena palanggaran dan kecurangan pemilu yang terjadi pada Pemilu 1977 jauh lebih masif. Protes-protes ini lantas direspon pemerintah dan DPR yang didominasi Golkar dan ABRI. Akhirnya muncullah gagasan memperbaiki undang-undang yang bertujuan meningkatkan 'kualitas' Pemilu 1982. Demi memenuhi tuntutan PPP dan PDI, pemerintah setuju untuk menempatkan wakil peserta pemilu ke dalam kepanitiaan pemilu. Selain itu, pemerintah juga mengintroduksi adanya badan baru yang akan terlibat dalam urusan pemilu untuk mendampingi Lembaga Pemilihan Umum (LPU).
Pada era reformasi, tuntutan pembentukan penyelenggara Pemilu yang bersifat mandiri dan bebas dari kooptasi penguasa semakin menguat. Untuk itulah dibentuk sebuah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat independen yang diberi nama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi campur tangan penguasa dalam pelaksanaan Pemilu mengingat penyelenggara Pemilu sebelumnya, yakni LPU, merupakan bagian dari Kementerian Dalam Negeri (sebelumnya Departemen Dalam Negeri). Di sisi lain lembaga pengawas pemilu juga berubah nomenklatur dari Panwaslak Pemilu menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).
Perubahan mendasar terkait dengan kelembagaan Pengawas Pemilu baru dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Menurut UU ini dalam pelaksanaan pengawasan Pemilu dibentuk sebuah lembaga adhoc terlepas dari struktur KPU yang terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan. Selanjutnya kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Adapun aparatur Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan berada sampai dengan tingkat kelurahan/desa dengan urutan Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat kelurahan/desa. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, sebagian kewenangan dalam pembentukan Pengawas Pemilu merupakan kewenangan dari KPU. Namun selanjutnya berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap judicial review yang dilakukan oleh Bawaslu terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, rekrutmen pengawas Pemilu sepenuhnya menjadi kewenangan dari Bawaslu. Kewenangan utama dari Pengawas Pemilu menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 adalah untuk mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana pemilu, serta kode etik.
Dinamika kelembagaan pengawas Pemilu ternyata masih berjalan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Secara kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan kembali dengan dibentuknya lembaga tetap Pengawas Pemilu di tingkat provinsi dengan nama Badan Pengawas Pemilu Provinsi (Bawaslu Provinsi). Selain itu pada bagian kesekretariatan Bawaslu juga didukung oleh unit kesekretariatan eselon I dengan nomenklatur Sekretariat Jenderal Bawaslu. Selain itu pada konteks kewenangan, selain kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, Bawaslu berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 juga memiliki kewenangan untuk menangani sengketa Pemilu.

PANITIA PENGAWAS PEMILIHAN KABUPATEN PEKALONGAN 

Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten/Kota terbentuk atas intruksi Undang-undang berkaitan dengan adanya Pesta Demokrasi Pemilihan Kepala Daerah secara serentak yang dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2015, dengan atas Dasar tersebut Bawaslu Provinsi Jawa Tengah merekrut Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten/Kota di setiap Daerah yang melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah termasuk Kabupaten Pekalongan.

Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten Pekalongan terdiri dari 3 (tiga) Komisioner yang Lolos Uji Kelayakan oleh Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, Komisioner tersebut terbagi dalam masing-masing Devisi yaitu : (1). Devisi Penindakan dan Penyelesaian Sengketa, (2). Devisi Pengawasan dan Hubungan antar Lembaga, (3). Devisi Organisasi dan Sumber Daya Manusia.

Dalam pelaksanaan kerjanya Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten Pekalongan dibantu oleh Kesekretariatan PNS yang terdiri atas :(1). Kepala Sekretariat, (2). Bendahara Pengeluaran Pembantu, dalam hal ini difasilitasi oleh Pemerintah Daerah dengan Syarat dan Ketentuan yang berlaku.
selain dari Kesekretariatan yang berasal dari PNS, Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten Pekalongan melalui Kesekretariatan PNS juga merekrut staf Kesekretariatan yang berasal dari Non PNS sebanyak 5 orang, yang bertugas membantu kinerja Panwas dan Kesekretariatan. Jadi untuk jumlah seluruh personil baik dari Panwas maupun Kesekretariatan sebanyak 10 orang.

Kantor Sekretariat Panitia Pengawas Pemilihan 
Kabupaten Pekalongan 
beralamatkan di :


Kajen wilayah Alun-alun sebelah utara Jl. Sindoro No. 9/51161 sebelah Kantor BPMPPT Kabupaten Pekalongan.


Sabtu, 29 Agustus 2015

TATA CARA MELAPOR BILA TERJADI PELANGGARAN PILKADA



TATA CARA MELAPOR BILA TERJADI PELANGGARAN PILKADA
a.    Jenis Pelanggaran
Pelanggaran dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu Pelanggaran Administrasi dan Pelanggaran Tindak Pidana .
  1. Pelanggaran Administrasi adalah Pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang Pemilu Kada (UU 32/2004 dan UU 12/2008) yang bukan merupakan ketentuan pidana Pemilu Kada dan pelanggaran terhadap ketentuan lain yang diatur dalam peraturan pemerintah, peraturan KPU, dan peraturan terkait lainnya..
  2. Pelanggaran Tindak pidana adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana yang diatur dalam Undang-undang Pemilu (UU 32/2004 dan UU 12/2008).
b.    Siapa Dapat Melaporkan
Laporan pelanggaran penyelenggaraan Pilkada dapat disampaikan oleh :
  1. Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak pilih;
  2. Pemantau Pemilu; dan/atau
  3. Peserta Pemilu.
c.    Dimana Dilaporkan
Laporan pelanggaran Pilkada pada setiap tahapan penyelenggaraan  dapat disampaikan kepada :
  1. Panwas Kabupaten/Kota ;
  2. Panwas Kecamatan se- Kabupaten/Kota; dan
  3. Pengawas Pemilihan Lapangan di masing-masing desa/kelurahan.
d.   Apa Isi laporan
Laporan pelanggaran pelaksanaan Pemilu yang disampaikan ke Panwaslu, memuat :
  1. Nama dan Alamat Pelapor;
  2. Waktu dan Tempat Kejadian Perkara;
  3. Nama dan Alamat Pelanggar;
  4. Nama dan Alamat Saksi-saksi;
  5. Uraian Kejadian
e.    Kapan Laporan Disampaikan Ke Panwas
Laporan dapat disampaikan ke Panwas  terdekat sesuai tingkatannya ( Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan se- Kabupaten/Kota, atau PPL Desa/ Kelurahan paling lama 7 (tujuh) hari sejak terjadinya pelanggaran.
f.  Bagaimana Panwas Menerima Laporan
Dalam menerima laporan pelanggaran, Panwas melakukan mekanisme sebagai berikut :
  1. Panwas menerima laporan secara lisan dan/atau tertulis;
  2. Panwas menuangkan laporan pelanggaran pemilu yang disampaikan oleh pelapor kedalam formulir penerimaan laporan;
  3. Laporan yang telah dituangkan dalam formulir laporan ditandatangani oleh Pelapor dan pihak Panwas;
  4. Panwas memberikan tanda terima laporan kepada pihak pelapor


g.    Bagaimana Panwas Memproses Laporan
Setelah menerima laporan pelanggaran, Panwas melakukan penanganan laporan melalui proses sebagai berikut :
  1. Panwas mengkaji setiap laporan yang diterimanya dan memutuskan untuk menindaklanjuti atau tidak menindaklanjuti paling lambat 7 (tujuh) hari setelah laporan diterima;
  2. Dalam hal Panwas memerlukan keterangan tambahan dari pelapor untuk melengkapi laporan, keputusan sebagaimana dimaksud di atas dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah laporan diterima;
  3. Panwas  dapat mengundang pihak pelapor dan terlapor maupun pihak terkait lainnya untuk memberikan klarifikasi atas laporan yang diterima;
  4. Hasil kajian terhadap laporan dikategorikan sebagai Pelanggaran Pilkada atau Bukan Pelanggaran Pilkada. Pelanggaran Pilkada dapat berupa dugaan Pelanggaran Administrasi atau dugaan Pelanggaran Pidana Pilkada. Sedangkan Bukan Pelanggaran Pilkada dapat berupa Sengketa Pilkada.
  5. Rapat Pleno Panwas memutuskan apakah hasil kajian ditetapkan sebagai pelanggaran Pilkada ataukah tidak, dan bila pelanggaran maka juga diputuskan kelembagaan mana pelanggaran tersebut diteruskan untuk mendapatkan penyelesaian lebih lanjut. Sedangkan bila diputuskan sebagai sengketa Pilkada (kecuali sengketa hasil) akan diselesaikan oleh Panwas sesuai tingkatan.
h.  Bagaimana Tindak Lanjut Laporan Oleh Panwas 
Undang-undang mengamanatkan Panwas bukanlah lembaga eksekutor yang dapat melakukan eksekusi terhadap pelanggaran yang terjadi. Panwas hanyalah satu-satunya pintu masuk penanganan terhadap pelanggaran Pilkada. Setelah melakukan kajian dan rapat pleno penetapan status laporan, maka Panwas  melakukan penerusan pelanggaran dengan ketentuan :
  1. Untuk Laporan pelanggaran administrasi Pilkada, diteruskan kepada KPU Provinsi/Kabupaten atau PPK, sesuai tingkatannya.
  2. Untuk Laporan pelanggaran Tindak Pidana Pilkada, Panwas  meneruskan kepada penyidik kepolisian Negara Republik Indonesia;
  3. Penerusan laporan sebagaimana dimaksud di atas dilampiri dengan salinan laporan dan hasil kajian terhadap laporan;
  4. Penerusan sebagaimana dimaksud di atas, dilakukan  paling lama 1 (satu) hari setelah diputuskan oleh Pengawas.
i.  Bagaimana Kalau Ada Sengketa
Sengketa dalam penyelenggaraan Pilkada  ada 2 (dua) jenis, yaitu Sengketa Pelaksanaan Pilkada dan Sengketa Hasil Pilkada.
  1. Sengketa Pelaksanaan Pilkada adalah sengketa yang terjadi antara para pihak yang disebabkan oleh suatu obyek tertentu dalam pelaksanaan penyelenggaraan Pilkada. Sengketa Pilkada ini diselesaikan oleh Panwas sesuai tingkatan dengan melakukan mediasi terhadap para pihak yang bersengketa.
  2. Sengketa Hasil Pilkada adalah sengketa yang berkaitan dengan perbedaan hasil penghitungan suara hasil Pilkada. Sengketa hasil Pilkada diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi.

Jumat, 07 Agustus 2015

Kamis, 06 Agustus 2015

Jumat, 19 Juni 2015

FORMAT PENGUSULAN ANGGOTA PANWASCAM SE-KABUPATEN PEKALONGAN


Rabu, 03 Juni 2015

Jumat, 29 Mei 2015

WAWANCARA DARI TARUNA AKPOL